Apa lagi boleh kau harap,
dari lelaki cemerkap,
selain dari punah -- dan ranap.
Malam dia gentayang,
siang mengera sumbang.
Tiap gerak ada yang pecah,
tiap kata ada yang berdekah,
selalunya bikin orang susah.
Mimpinya selalu indah,
tinggi awan tak cecah,
dimata orang,
kecil.
Apa juga boleh kau harap,
dari lelaki cemerkap,
yang tak pandai banyak bercakap.
*pagi ini telah saya temui tulisan-tulisan orang yang didalamnya ada "saya". Bukan dari segi kata, tetapi ianya "saya". Buat pertama kalinya saya tidak ngerti apa untuk dirasa. Marah, atau bangga?
Monday, 29 July 2013
Friday, 19 July 2013
Ramadhan Yang Dulu
Bisik-bisik dari celah dindingan,
menggetarkan aku.
Tentang perkara yang tak terjelaskan -- ngeri,
jembalang syaitan, apa yang kau bincangkan?
Sayup azan pertama satu ramadhan,
melupuskan segala suara misteri,
tiba-tiba aku berdiri jadi pemberani.
Kusangka mereka habis digari senja tadi.
Botol-botol kosong,
kertas-kertas dicacak melambai ditari angin,
gitar-gitar bergelimpangan,
tidak selera dicabul sepanjang tiga puluh hari lagi,
semuanya bersinar dipancar mentari pagi
dari jendela yang berdentangan kuali warung Cina dibawah.
Aromanya kadang menggoda -- terjeluak aku menyangka itu mungkin babi.
Kemanisan malam aku merasa,
dengan juadah serba sederhana,
dan terawih berkah pada musolla Pulau Sebang,
menapak ditemani langit dingin yang tenang.
Wajah-wajah tua yang menjeling,
kipas usang yang merengek berputar,
karpet keras tempat dahiku mencium,
dan moreh cuma bercangkiran teh.
"Anak siapa?", dia bertanya.
"Bukan orang sini.", aku berkata.
Dan dalam senyum tawar,
aku tahu dalam hatinya, "Anak muda ini telah lama hilang.."
Aku hirup kembali teh panas itu dengan mata bundar,
apakah aku ini terlalunya lut sinar..
Jauh mana telah aku menyimpang,
dari segala keindahan nian,
dari kemanisan budi keharuman kasturi,
pemisahnya tidak pernah lebih dua belas bulan.
Jika ditanya adakah dalam jiwa ini ada rindu,
aku kata -- biarkan aku dengan Tuhanku.
menggetarkan aku.
Tentang perkara yang tak terjelaskan -- ngeri,
jembalang syaitan, apa yang kau bincangkan?
Sayup azan pertama satu ramadhan,
melupuskan segala suara misteri,
tiba-tiba aku berdiri jadi pemberani.
Kusangka mereka habis digari senja tadi.
Botol-botol kosong,
kertas-kertas dicacak melambai ditari angin,
gitar-gitar bergelimpangan,
tidak selera dicabul sepanjang tiga puluh hari lagi,
semuanya bersinar dipancar mentari pagi
dari jendela yang berdentangan kuali warung Cina dibawah.
Aromanya kadang menggoda -- terjeluak aku menyangka itu mungkin babi.
Kemanisan malam aku merasa,
dengan juadah serba sederhana,
dan terawih berkah pada musolla Pulau Sebang,
menapak ditemani langit dingin yang tenang.
Wajah-wajah tua yang menjeling,
kipas usang yang merengek berputar,
karpet keras tempat dahiku mencium,
dan moreh cuma bercangkiran teh.
"Anak siapa?", dia bertanya.
"Bukan orang sini.", aku berkata.
Dan dalam senyum tawar,
aku tahu dalam hatinya, "Anak muda ini telah lama hilang.."
Aku hirup kembali teh panas itu dengan mata bundar,
apakah aku ini terlalunya lut sinar..
Jauh mana telah aku menyimpang,
dari segala keindahan nian,
dari kemanisan budi keharuman kasturi,
pemisahnya tidak pernah lebih dua belas bulan.
Jika ditanya adakah dalam jiwa ini ada rindu,
aku kata -- biarkan aku dengan Tuhanku.
Monday, 15 July 2013
Tyler Durden's Speech
"Advertising has us chasing cars and clothes, working jobs we hate so we can buy shit we don't need. We're the middle children of history, man. No purpose or place. We have no Great War. No Great Depression. Our Great War's a spiritual war... our Great Depression is our lives. We've all been raised on television to believe that one day we'd all be millionaires, and movie gods, and rock stars. But we won't. And we're slowly learning that fact. And we're very, very pissed off."
- Tyler Durden (Fight Club, 1999)
- Tyler Durden (Fight Club, 1999)
Wednesday, 10 July 2013
Mujahadah
Kelmarin dalam tawwadu' ku hirup tiap makna maqasid yang terpapar,
Sebelum alpa semalamku menari indah dalam percikan serakah,
dan hari ini aku sembamkan wajah bermandi bening darah..
Ya Allah,
mahukah kau menerimai ku lagi,
walau esok ku tak mampu berjanji,
bahwa lusa mujahadah ini masihku terunai.
Sebelum alpa semalamku menari indah dalam percikan serakah,
dan hari ini aku sembamkan wajah bermandi bening darah..
Ya Allah,
mahukah kau menerimai ku lagi,
walau esok ku tak mampu berjanji,
bahwa lusa mujahadah ini masihku terunai.
Subscribe to:
Posts (Atom)